Usai Tinjau Armuzna, Menag Berbagi Kisah Pengalaman Jadi Petugas Haji
By Admin
nusakini.com--Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin bersama jajarannya menghabiskan hampir seharian meninjau lokasi Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna), Kamis (16/08). Tiap detail persiapan dicek oleh putra mantan Menag KH Saifuddin Zuhri (alm) itu.
Misalnya saja, ketika Menag melihat satu besi yang dapat menggangu jemaah, serta merta ia meminta petugas untuk menandainya. Urusan toilet juga tak luput dari perhatiannya. Termasuk layanan dapur berikut dengan menu konsumsi jemaah selama di Armuzna.
Usai pengecekan lokasi, dalam bincang santai bersama tim Media Center Haji (MCH), Menag mengenang kisahnya saat jadi petugas haji pada 1991 silam. “Saya dulu jadi petugas Sektor 1 Daerah Kerja Makkah,” kata Menag mengawali kisah. “Tugas saya, begitu ada bus jemaah datang, saya wajib naik dan menyapa mereka serta menjelaskan kepada jemaah tentang pondokan,” sambungnya lagi.
Pernah suatu ketika, kata Menag, dirinya saat naik ke dalam bus untuk melakukan tugas rutinnya, ada jemaah yang teriak, “Udah Dik, jangan ceramah, itu ambil dan bawakan tas saya di atas!” Maklum saat itu barang bawaan jemaah ditaruh di atas, tidak seperti sekarang di bagasi bus. Lukman muda pun hanya tersenyum dan menyanggupi perintah jemaah tadi. “Ya namanya petugas, harus mau disuruh jemaah,” tukas Menag.
Kisah Misteri
Kisah Menag tidak hanya itu. Ada satu pengalaman yang tak akan pernah terlupakan. Suatu ketika, ada petugas yang berjaga di Masjidil Haram mengantarkan seorang nenek yang tersesat ke pos sektor I tempat Menag bertugas.
"Saya masih ingat betul. Kejadiannya ba’da ashar. Nenek itu dari Majene (saat ini masuk Provinsi Sulawesi Barat-red). Usianya di atas 60-an," tuturnya. Nenek tersebut sempat diberi makan dan minum di pos sektor. Setelah dirasa cukup, si nenek kemudian diantarnya menuju pondokan tempat tinggal si nenek.
"Saya antarkan. Saat itu kondisi Makkah banyak konturnya menanjak. Untuk ke hotelnya nenek ini, harus jalan kaki naik. Di tengah jalan, si nenek ini tidak kuat dan ambruk," kenang Menag.
Begitu mengetahui nenek tersebut ambruk, Lukman muda langsung melakukan penanganan. Dia mengontak dokter dan kemudian menggendong nenek tersebut ke dokter yang ada di sektor. Setelah serah terima dengan dokter selesai, Menag meninggalkan nenek tersebut.
Menag melanjutkan kisah. Saat memasuki Maghrib, ia menyempatkan untuk salat di Masjidil Haram. Usai salat dan masih berada di pelataran masjid, Menag mengaku kaget karena berpapasan dengan nenek dari Majene yang sempat digendongnya beberapa jam sebelumnya. Wajah si nenek tampak sehat dan ceria, jauh berbeda dengan kondisi saat ambruk.
"Saya melihat nenek itu. Karena kondisi Masjidil Haram ramai, saya cuma senyum ke nenek tersebut. Neneknya juga tersenyum. Saya heran juga kok bisa langsung sehat sedemikian cepat, padahal tadi sempat ambruk," terangnya.
Keesokan harinya, Menag melanjutkan tugas reguler melakukan kontrol ke area yang ada di sektor. Dia kemudian berjumpa lagi dengan dokter yang sempat memeriksa si nenek. Menag bertanya ke si dokter, 'kok bisa nenek tersebut bisa langsung sembuh'.
Jawaban si dokter membuat Menag kaget. Kata si dokter, nenek itu akhirnya meninggal dunia pada sore hari itu.
"Nenek yang kemarin itu? Pas ke sini kondisinya sudah lemah. Akhirnya tidak dapat tertolong," kata si dokter ditirukan Menag.
Seketika, suasana perbincangan santai tim MCH dengan Menag pun menjadi hening. Tak sedikit anggota MCH yang mengernyitkan dahi. “Lalu yang bertemu dengan Pak Lukman di Masjidil Haram itu siapa, Pak," tanya salah satu tim MCH memecah keheningan.
Menag hanya tersenyum. “Ya itulah cerita yang paling berkesan bagi saya," jawabnya.(p/ab)